Akta Lahir Menjamin Kelanjutan Pendidikan Anak

Akta Lahir Menjamin Kelanjutan Pendidikan Anak

Anak-anak yang tinggal di desa terjauh di Indonesia menghadapai tantangan pendidikan yang mungkin terlihat mudah bagi warga urban. Tantangannya adalah kepemilikan akta kelahiran. Satu dokumen ini dapat menentukan kelanjutan pendidikan anak. Anak yang tidak memiliki akta lahir akan mengalami kesulitan ketika mendaftar ke tingkat pendidikan menengah atau atas. 

Novita (12), saat ini sudah kelas 6 SD. Tahun depan, ia ingin menjadi siswi SMP. Ia tinggal di salah satu desa di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Kedua orang tuanya sehari-hari bertani. “Mereka bekerja di kebun untuk penuhi kebutuhan keluarga kami. Terutama untuk biayai pendidikan saya,” ujar Novita. Orang tuanya berharap Novita bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Tidak mengikuti jejak mereka yang tidak tamat SMP. 

Namun, hingga usianya yang sudah pra-remaja ini, Novita masih belum memiliki akta lahir. Bahkan bukan hanya Novita, melainkan 59% anak di desanya juga dalam kondisi yang sama. Kendalanya, ada orang tua yang masih merasa akta lahir bukan dokumen penting. Padahal memiliki akta lahir adalah satu wujud pemenuhan hak dasar anak. Selain itu, seperti orang tua Novita, akses menjadi kendala utama dalam mengurus pembuatan akta lahir. 

“Orang tua saya merasa sulit memproses akta lahir karena bepergian ke kota itu sangat sulit. Aksesnya cukup jauh. Ditambah lagi, pengetahuan orang tua saya terbatas. Jadi mereka kurang mampu mengurus hal seperti ini. Sementara saya akan lanjut ke SMP yang butuh akta lahir sebagai syarat pendaftaran siswa,” cerita Novita. 

Isu ini menjadi sorotan bagi pemerintah desa dan Wahana Visi Indonesia (WVI). Hak anak untuk memperoleh akta lahir harus segera dipenuhi agar anak-anak dapat terus mengakses pendidikan. Pemerintah desa, Gereja, dan WVI bekerja sama untuk mengatasi kendala kepemilikan akta lahir bagi semua anak di desa. Rangkaian kegiatan seperti sosialiasi pentingnya akta lahir, pendataan, pengumpulan dan verifikasi dokumen, hingga penerbitan akta lahir pun dilaksanakan. Semuanya dilakukan secara kolektif di desa. Orang tua tidak lagi terkendala akses ataupun kebingungan mengurus akta lahir. 

“Saya sangat bersyukur karena sekarang saya dan teman-teman saya memiliki akta kelahiran. Hal ini membuktikan bahwa kita diakui secara sah sebagai Warga Negara Indonesia. Kami telah dibantu untuk memenuhi hak-hak dasar kami dan kami merasa terlindungi dari segala jenis kekerasan terhadap anak-anak. Apalagi ketika tiba saatnya kami mengikuti ujian akhir sekolah, kami lebih percaya diri karena dokumen pendidikan kami sekarang sudah lengkap," ungkap Novita. 

Saat ini, 182 anak akhirnya telah mendapatkan akta kelahiran, dan 45 di antaranya masih dalam proses penerbitan. Kolaborasi baik antara pemerintah desa, Gereja, dan WVI telah berhasil mewujudkan pemenuhan hak dasar anak-anak di salah satu desa terjauh di Indonesia. 

 

 

 

Penulis: Fransiskus Sare (Staf YAKKESTRA, mitra operasional WVI di Kabupaten Ende) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive) 


Artikel Terkait