Cara Sederhana Memenuhi Hak Anak di Sumba Barat Daya

Cara Sederhana Memenuhi Hak Anak di Sumba Barat Daya

Setiap anak berhak untuk hidup sebaik mungkin terlepas bagaimana kondisi keluarganya, akses di sekitarnya, atau jauh-dekat tempat tinggalnya. Anak-anak berhak untuk merasakan adanya harapan, kebahagiaan, dan juga memiliki ruang berekspresi yang senyaman-nyamannya. Namun, sebagai orang tua/pengasuh, guru, bidan, kepala desa, atau tokoh agama, seringkali tidak menyadari kalau hak anak itu ada dan wajib terpenuhi. Anak-anak masih dianggap sebagai warganegara kelas dua yang kebutuhannya tidak menjadi prioritas, serta dinilai belum pantas berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. 

Anak-anak yang hidup di tengah kota maupun di desa sama-sama mengalami sulitnya pemenuhan hak ini. Di perkotaan, orang tua sulit mencari waktu khusus untuk benar-benar hadir dan bersama anak. Kesibukan dan tuntutan pekerjaan di kota menjadi penghalang seorang anak merasakan hangatnya relasi keluarga. Di pedesaan, orang tua dan orang dewasa lain yang berada di sekitar anak tidak terpapar tentang hak anak. Terkadang, budaya lokal juga tidak mengindahkan hak anak sehingga dari generasi ke generasi anak-anak tumbuh dalam situasi yang tidak mengakui keberadaan hak anak. 

Pemenuhan hak anak selalu harus diawali dengan menimbulkan kesadaran akan adanya dan pentingnya hak anak. Anak-anak dan orang dewasa harus sama-sama menyadari hal ini. Setelah itu, anak dan orang dewasa dapat memikirkan bagaimana cara memenuhi hak anak tersebut. Dan ternyata, pemenuhan hak anak itu sederhana dan mudah. 

Contohnya, di Kabupaten Sumba Barat Daya, ketika seluruh warga salah satu desa sudah memahami tentang hak anak, berbagai inisiatif kegiatan pemenuhan hak anak pun muncul. Dimulai dari keluarga, para orang tua yang tadinya kurang peduli terhadap anak, sekarang mulai memberi perhatian penuh. Pemerintah desa menyediakan berbagai kegiatan anak yang tadinya tidak pernah ada di desa. Tokoh agama merancang tempat ibadahnya agar makin ramah anak. Perubahan ini terjadi karena kesadaran warga desa serta pendampingan dari Wahana Visi Indonesia. 

“Selain bermain dan olahraga di sekolah, saya tidak ada kegiatan lagi bersama teman-teman yang melibatkan kami semua. Sehingga saya tidak berani tampil di depan. Setelah WVI ada dan melakukan kegiatan bersama orang tua kami, akhirnya ada kegiatan Natal bersama untuk semua anak di desa. Saya senang dan siap untuk bergabung, saya tanya Mama kapan kami Natal bersama,” cerita Veldi. Anak perempuan berusia delapan tahun ini merasa sangat bahagia ketika desanya akhirnya mengadakan acara perayaan Natal untuk anak-anak.  

Bukan hanya menjadi penonton, anak-anak juga dipercaya untuk memandu dan mengisi acara. “Saya diberi kesempatan untuk jadi MC kegiatan Natal anak. Bangga sekali saya dan ini adalah hal baru bagi saya. Awalnya saya sempat berpikir apakah saya bisa berbicara di depan umum  tetapi setelah saya berhasil mengucapkan kata pembukaan, di situ saya merasa ada keberanian untuk selesaikan seluruh acara dengan baik,” ungkap Keyla (9 tahun). 

Veldi mendapat peran untuk memimpin doa dalam acara tersebut. Pengalaman pertama ini tentu membuatnya gugup namun setelah berhasil dilalui dengan baik, tumbuh rasa berdaya dan percaya dalam dirinya. Potensi yang selama ini masih menjadi bibit, kini telah memunculkan tunas yang siap untuk terus menumbuhkan akar yang kuat dan daun yang rindang. 

“Saya senang ketika kami anak-anak dilibatkan dalam kegiatan Natal bersama karena biasanya tidak ada kegiatan di desa yang melibatkan kami. Ini kesempatan bisa berkumpul bebas dan bermain puas dengan teman dan kami semua semangat untuk ikut kegiatan. Dari kegiatan ini, lewat latihan, kami bisa berani tampil menyanyi bersama di depan Bapa-Mama dan teman-teman. Bapa-Mama saya juga senang dan mendukung saya untuk ikut kegiatan,” tutur Veldi. 

Sukacita yang Veldi, Keyla dan anak-anak lain rasakan dari kegiatan Natal sederhana ini yang akan mereka ingat hingga besar nanti. Pengalaman-pengalaman menyenangkan yang sarat akan nilai dari hak anak inilah yang menjadi penentu masa depan mereka. Ketika hak anak yang dulunya tidak ada, menjadi ada dan diakui oleh setiap anak dan orang dewasa, di situlah transformasi yang berkelanjutan dimulai. Anak-anak dapat merasakan hadirnya harapan, limpahnya sukacita, dan nyatanya keadilan dalam kehidupan mereka. Semua ini dimulai dari beragam kegiatan sederhana namun penuh makna. 

 

 

Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive

Kontributor: Dominggus Umbu Pati dan Frans Bulu Kolo (Penyedia Jasa Individu kantor operasional WVI di Sumba Barat Daya) 


Artikel Terkait