Bubur Ayam Labu Kuning: Kreasi Menu Lokal dari Melawi untuk Cegah Stunting
Pola makan dan pola asuh yang kurang tepat dari orang tua kepada anak adalah salah satu faktor penyebab stunting. Maria (52), ketua tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) salah satu desa implementasi program PASTI (Partner Akselerasi Penurunan Stunting di Indonesia) di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat mengungkapkan, “Orang tua kurang sadar tentang apa saja bahan makanan yang diberikan kepada anak. Pokoknya asal anak kenyang saja,” terangnya. Hal ini diperkuat oleh pengalaman Marieta (27), seorang kader PKK lainnya yang menyebutkan, “Di desa kami, orang tua sering beri anak makan hanya dengan nasi yang dicampur dengan minyak goreng jelantah dan mereka menganggap itu sama dengan nasi goreng,” tambahnya.
Hal ini yang menjadi perhatian utama dalam program PASTI, program kemitraan antara Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN bersama Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), PT Bank Central Asia Tbk, dan Yayasan Bakti Barito untuk mempercepat penurunan stunting yang diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia dan Yayasan Cipta.
Salah satu pendekatan PASTI adalah Pos Gizi DASHAT (PGD) yaitu, intervensi gizi terpadu berbasis konteks lokal dan komunikasi perubahan perilaku yang menyasar keluarga baduta (bawah dua tahun) berisiko stunting. PGD merupakan adaptasi dari dua intervensi yang sudah ada di masyarakat yakni Pos Gizi dan DASHAT. Pos Gizi adalah kegiatan pemberian makan tambahan padat gizi dengan bahan pangan dan menu lokal, disertai dengan edukasi praktik baik pemberian makan, pengasuhan, kebersihan, dan pencarian pelayanan kesehatan kepada orang tua. Program ini dilakukan intensif selama 12 hari berturut-turut. Baduta dengan berat badan kurang (underweight) atau berat badannya tidak naik 2 bulan terakhir di Posyandu (2T), tetapi tidak sedang sakit, menjadi sasaran kegiatan ini. Sementara itu, DASHAT adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga berisiko stunting melalui sumber daya lokal melalui edukasi dan pembiasaan pola konsumsi keluarga. Peserta baduta dengan status gizi underweight atau yang mengalami dua kali penimbangan berat badan tidak naik (2T), setelah menyelesaikan kelas Pos Gizi selama 12 hari, akan lanjut ke program DASHAT dengan masa pemantauan selama 90 hari. Program ini melibatkan pertemuan kelas edukasi setiap minggu. Anak baduta dengan status satu kali penimbangan tidak naik (1T) juga dapat bergabung dalam kelas DASHAT. Selama program, berat badan anak akan dipantau setiap 30 hari oleh relawan dan kader melalui kegiatan posyandu. Penggabungan Pos Gizi dan DASHAT dalam satu model komprehensif ini bertujuan untuk menjangkau lebih banyak keluarga dan mendukung pemenuhan gizi selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK).
Berdasarkan hasil monitoring PASTI pada Januari hingga Oktober 2024, sekitar 1.450 (65%) baduta peserta PGD mengalami kenaikan berat badan sesuai standar minimal 200 gram selama 12 hari mengikuti program. Pendekatan PGD memanfaatkan bahan makanan lokal bergizi yang ada di masyarakat, memberikan solusi yang sederhana dan terjangkau untuk diterapkan sehari-hari, agar praktik baik ini dapat diteruskan oleh masyarakat walaupun program sudah berakhir.
Maria bercerita, sebagai kader PKK, ia juga turut terlibat aktif dalam kegiatan PGD di desanya. “Saya jadi belajar betapa pentingnya merancang program pemberian makanan dengan menu yang padat gizi dan bervariasi,” ujarnya.
Salah satu menu yang menjadi andalan di desa mereka adalah bubur ayam labu kuning. Labu kuning adalah bahan pangan sehari-hari yang biasa ditemukan dan dikonsumsi oleh masyarakat di Melawi, termasuk di desa Maria. “Labu kuning biasanya kami olah menjadi sayur atau bahkan jadi dodol,” kata Maria.
Pemilihan menu labu kuning juga tidak serta merta diberikan begitu saja. Melalui konsep PD (Positive Deviance), menu dalam intervensi PGD digali dari praktik baik pengasuhan dan pemberian makanan dari keluarga kurang mampu, tetapi memiliki anak baduta dengan status gizi baik.
Maria menceritakan, beberapa warga yang memiliki pekarangan rumah dengan sengaja menanam labu kuning untuk konsumsi sehari-hari. Perkiraan biaya yang diperlukan untuk membuat satu porsi makanan lokal padat gizi dengan 600 kalori dan berat 250 gram adalah sekitar Rp 10.000,- hingga Rp 15.000,-.
Tentu saja, labu kuning bukanlah satu-satunya bahan makanan yang diolah dalam menu di PGD ini. Bubur ayam labu kuning juga menggunakan bahan lain seperti nasi, telur ayam, daging ayam, hati ayam, kedelai kering, dan daun singkong. Hal ini untuk memastikan bahwa menu yang diberikan mengandung semua nutrisi esensial yang diperlukan. Semua bahan tersebut ditumbuk dan dihaluskan untuk mendapat tekstur yang sesuai untuk baduta.
Tia (30) salah satu orang tua peserta Pos Gizi DASHAT membagikan kesannya terhadap menu bubur ayam labu kuning tersebut. Ia menyebut bahwa anaknya, William, sangat menyukai bubur ayam labu kuning. Hingga hari ke-12 program Pos Gizi, William telah mengalami kenaikan berat badan sebanyak 400 gram. “Dari beragam variasi menu yang disajikan di PGD, William selalu menghabiskan menu bubur ayam labu kuning,” katanya sambil tersenyum lebar.
Tia juga merasa mendapat banyak manfaat dari program ini. Ia kini memiliki referensi menu makanan padat gizi yang mudah dibuat di rumah. “Menu-menu yang diajarkan sangat praktis, saya bisa ganti dengan bahan lain seperti jagung,” ceritanya. Tia berharap anak bungsunya tersebut bisa mengalami kenaikan berat badan yang signifikan. “Orang tua pasti selalu berharap anaknya tumbuh sehat,” tutupnya.
Penulis: A. Adintyo (Communications Officer program PASTI)