Pahlawan Kelurahan, Perjuangkan Perlindungan Anak

Pahlawan Kelurahan, Perjuangkan Perlindungan Anak

Kasus-kasus kekerasan terhadap anak semakin mengkhawatirkan. Baik di desa maupun di kota, berseliweran berita yang menggambarkan situasi darurat perlindungan anak. Tapi, tidak semua pihak merasa perlu mengambil peran. Masih banyak yang tidak peduli tapi tidak demikian dengan sosok Rochayati. Ia tinggal di salah satu kelurahan di Jatinegara, Jakarta Timur dan ternyata anak-anak di sekitarnya masih sering mengalami berbagai bentuk kekerasan. Oleh karena itu, perempuan berusia 49 tahun ini menetapkan hati untuk menjadi fasilitator perlindungan anak di lingkungannya. Ia terlibat dalam organisasi MJPA (Masyarakat Jatinegara Peduli Anak) dan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat). Kedua organisasi ini berasal dari masyarakat, dan untuk kepentingan masyarakat, dengan pendampingan dari Wahana Visi Indonesia. 

Dengan wawasan dan pengalaman mengenai isu perlindungan anak yang ia miliki, Rochayati berkomitmen untuk membangun kesadaran dan memperluas pengetahuan siswa serta orang tua yang ada di sekitarnya. Ia bermimpi, “Saya ingin menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak, mulai dari keluarga, lingkungan RT/RW, hingga kelurahan,”. Rochayati mengobservasi bahwa terdapat dua bentuk kekerasan yang sering terjadi di kelurahannya yaitu, perundungan (bullying) dan kekerasan seksual terhadap anak. 

“Salah satu contoh kasus yang pernah saya tangani adalah ketika seorang siswa di Sekolah Dasar setempat mengalami bullying oleh teman-temannya. Anak tersebut merasa tertekan dan cemas, bahkan sampai tidak ingin pergi ke sekolah. Setelah mendengar kabar ini, saya segera mengadakan pertemuan dengan guru dan orang tua untuk membahas situasi tersebut. Kami mengadakan sesi konseling untuk anak yang menjadi penyintas serta pelaku, sehingga mereka bisa saling memahami dan belajar dari kesalahan,” ceritanya. Proses penanganan kasus kekerasan seperti ini juga memberi edukasi pada murid-murid lain di sekolah tersebut. Tidak hanya anak yang terlibat yang mendapatkan dukungan, tetapi juga anak lain menjadi lebih sadar tentang pentingnya saling menghormati dan mencegah perundungan. 

Rochayati percaya bahwa perubahan dapat dimulai dari diri sendiri. Dengan bekal pengetahuan yang ia peroleh dari berbagai kegiatan pengembangan kapasitas mengenai perlindungan anak, ia merasa lebih siap untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat, siswa, dan orang tua. “Harapan saya adalah, dengan membagikan pengetahuan ini, kita semua dapat berkolaborasi untuk mengurangi, bahkan menghilangkan bullying dan kekerasan seksusal terhadap anak dari lingkungan kita,” tuturnya. 

Serangkaian sosialisasi di sekolah, komunitas, dan organisasi pemuda seperti Karang Taruna menjadi langkah signifikan dalam mewujudkan harapan Rochayati. Meskipun masih banyak yang belum mengetahui tentang bullying dan kekerasan seksual terhadap anak, tapi Rochayati yakin, setiap upaya kecil yang ia lakukan dapat membawa dampak positif. “Penting bagi semua pihak untuk mengetahui di mana mereka bisa melaporkan atau berbagi pengalaman terkait dua isu perlindungan anak ini,” ujarnya tegas. 

Dengan semangat berkolaborasi dan berbagi informasi, Rochayati berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak. “Saya berharap, melalui kerja keras kita bersama, kekerasan terhadap anak dapat berkurang, dan suatu hari nanti, kita akan hidup dalam dunia di mana tidak ada lagi anak yang mengalami bullying atau kekerasan,” ungkapnya. 

 

 

 

Penulis: Ersa Lakukua (Koordinator MEL kantor operasional WVI di Jakarta) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait