Pergi Terapi Pakai Dana Desa
“Kami khususkan dana desa yang 3% ini dapat diakses oleh Kader Pemerhati Anak di desa. Dana ini akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan anak dengan disabilitas dan masyarakat rentan lainnya,” ujar H. Lalu, Kepala Desa di salah satu area dampingan WVI di Lombok. Perjuangan Kader Pemerhati Anak (KPA) di desa menghasilkan dampak yang besar bagi anak-anak penyandang disabiltias. Dengan dana tersebut, anak-anak penyandang disabilitas memperoleh dukungan biaya untuk keperluan selama fisioterapi. Bahkan dana ini pun bisa membantu membiayai pemeriksaan mata seorang anak tuna netra hingga ke rumah sakit di Bali.
Selain melakukan advokasi dengan pemerintah desa, KPA pun melakukan advokasi dan menjalin kemitraan dengan Lombok Care, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu disabilitas dan inklusi di Indonesia. Hasilnya, Lombok Care bersedia memberikan layanan fisioterapi gratis bagi tiga anak penyandang disabilitas yang ada di desa.
Anak-anak penyandang disabilitas di desa jadi bisa memperoleh terapi yang tepat karena didukung oleh dana desa dan kemitraan dengan Lombok Care. Dana desa digunakan untuk membiayai transportasi, konsumsi atau kebutuhan lain selama terapi. Beban orang tua untuk membiayai perjalanan pulang-pergi dari desa menuju tempat terapi yang berjarak lebih dari 100KM jadi sangat diringankan. Lombok Care juga tidak memungut biaya sepeser pun untuk layanan terapi karena memiliki tujuan yang sama yaitu, memenuhi hak setiap anak dengan disabilitas memiliki hidup berkualitas.
“Saya bersyukur anak saya Hana bisa terapi. Saya sudah hampir kehilangan harapan setelah kedua anak saya sebelumnya meninggal dunia karena kondisi yang sama seperti Hana. Tapi setelah bisa terapi, saya sekarang mulai bisa berharap lagi. Saya ingin dia bisa bermain seperti teman-temannya yang lain,“ tutur Ibu Ilpa. Hana adalah salah satu anak dengan disabilitas cerebral palsy.
Praktik baik yang dilakukan KPA di salah satu desa ini juga memicu akvititas advokasi dari kader di desa lain. Saat ini sudah ada dua desa dampingan WVI di Lombok yang anggaran dana desanya lebih inklusif serta mampu bermitra dengan lembaga lain yang berada di luar desa.
Anak, perempuan, dan penyandang disabilitas merupakan kelompok yang paling rentan karena akses berpartisipasi yang sangat terbatas. Oleh karena itu, desa harus lebih sadar akan penyediaan akses partisipasi bagi anak, perempuan, dan penyandang disabilitas. Karena sebagai warga desa, setiap orang sebenarnya memiliki hak untuk berpartisipasi.
Bersama KPA yang merupakan relawan desa untuk menjadi penggerak kesejahteraan anak, proses advokasi agar aspirasi kelompok rentan dapat didengarkan. Walaupun, advokasi yang dilakukan tidak serta-merta disetujui pemerintah desa, tetapi dengan pendampingan yang dilakukan oleh WVI, KPA telah berhasil memperjuangkan pemanfaatan dana desa yang lebih inklusif.
Cerita perubahan ini semakin memberi semangat bagi KPA untuk lebih giat dan lebih banyak berkontribusi bagi anak-anak penyandang disabilitas di desanya karena ternyata banyak orang baik di sekitar mereka yang mau membantu. “Bersama kita bisa berbuat lebih banyak untuk masyarakat rentan,” tutur Ikayana, salah satu anggota KPA yang aktif mendampingi terapi anak-anak di desa.
Penulis: Triyatmi Budiarsih (Fasilitator WVI Kantor Operasional Lombok)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)