Rembuk Stunting, TPPS Desa Bergerak Wujudkan Anak Sehat Bebas Stunting

Rembuk Stunting, TPPS Desa Bergerak Wujudkan Anak Sehat Bebas Stunting

“Saya hanya tertegun dan setengah tidak percaya ketika mendengar kabar tersebut,” ungkap Suga (39), sekretaris desa sekaligus ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di salah satu desa implementasi PASTI di Kab. Pandeglang, Prov. Banten, ketika mengetahui bahwa pada tahun 2023 masih ada 40 anak di desanya yang berstatus stunting. 

Beragam upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka stunting di desanya hingga dalam perjalanannya sebagai ketua TPPS, ia bersama anggota tim berkesempatan mengikuti serangkaian pelatihan peningkatan kapasitas yang diselenggarakan oleh PASTI (Partner Akselerasi Penurunan Stunting di Indonesia). PASTI adalah program kemitraan antara Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN dengan Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), PT Bank Central Asia Tbk, dan Yayasan Bakti Barito untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia empat provinsi yaitu Banten, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Program ini diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia dan Yayasan Cipta.

Suga bercerita bahwa rangkaian pelatihan dari PASTI telah membantunya dan tim dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsi TPPS, “Butuh keberanian dan inovasi untuk mengentaskan masalah stunting di desa, sebab ini berkaitan dengan pengetahuan dan penerapan masyarakat tentang pola makan anak, pola hidup bersih dan sehat di dalam keluarga, serta pola asuh orang tua yang sudah terlanjur dianggap lumrah. Kami mendapat banyak pencerahan melalui pelatihan PASTI, termasuk mengenai pentingnya forum Rembuk Stunting sebagai bagian dari perencanaan percepatan penurunan stunting,” terangnya.

Rembuk Stunting adalah pertemuan yang dilakukan oleh desa untuk membahas dan merumuskan kebijakan atau prioritas dalam rangka pencegahan stunting. Rembuk Stunting merupakan bagian dari rangkaian penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) desa dan menjadi kegiatan yang diwajibkan untuk dilakukan setiap pemerintah desa oleh Kementerian Desa dan Transmigrasi. “Dalam forum tersebut kami mengundang para ahli, dinas-dinas organisasi perangkat daerah, serta pihak lain yang sekiranya bisa kami libatkan untuk memberi usulan dalam menangani stunting,” terangnya. 

Suga bercerita, Rembuk Stunting mulai diadakan sejak desanya ditetapkan menjadi salah satu lokus stunting oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang pada tahun 2023, bersamaan dengan dibentuknya TPPS di desa tersebut. “Momentumnya bersamaan dengan rangkaian pelatihan TPPS dari program PASTI,” ujarnya. Menurut Suga, hal tersebut merupakan kesempatan yang sangat menguntungkan. “Sebab setelah mengikuti pelatihan dari PASTI, kami dapat langsung menerapkan bagaimana menyelenggarakan forum Rembuk Stunting yang efektif,” kisahnya. 

Salah satu strategi dan pendekatan kunci yang diaplikasikan oleh TPPS di desa Suga adalah dengan mengundang tenaga ahli organisasi perangkat daerah (OPD), baik tingkat kabupaten maupun provinsi, dalam kegiatan Rembuk Stunting yang diadakan di setiap awal tahun. Tujuannya adalah untuk memetakan potensi sumber daya dan kolaborasi antar pihak untuk mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi pada pencegahan stunting di desa. “Hasilnya, pada tahun 2023 lalu, beberapa dinas berkomitmen untuk membantu kami mulai dari penyediaan infrastruktur air bersih, pelatihan warga sebagai penyuluh pentingnya makanan bergizi, bantuan bahan pangan untuk kegiatan pemberian makan tambahan, hingga pemberian bibit ikan konsumsi untuk dikelola oleh desa sebagai sumber protein lokal,” terangnya. 

Selain OPD, pihak lain yang juga dilibatkan dalam Rembuk Stunting adalah perwakilan pemerintah desa seperti Badan Permusyawaratan Desa dan kepala desa. Menurutnya, hal tersebut penting untuk dilakukan agar TPPS dapat berbagi visi dan komitmen yang sama dengan pemerintah desa dalam percepatan penurunan stunting. “Strategi ini secara tidak langsung juga telah membuat pemerintah desa ikut membuka mata bahwa stunting ini masalah nyata yang juga harus ditangani dengan aksi nyata,” ujarnya. Usulan dan potensi program yang muncul dalam forum Rembuk Stunting, ditindaklanjuti, disusun, dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dalam rapat koordinasi TPPS. Setelahnya, Suga dan tim membawa hasil rapat koordinasi      tersebut ke dalam rapat Rencana Kerja Pemerintah Desa (RPK-Des) dimana TPPS diundang oleh pemerintah desa dalam rapat tersebut. 

Pendekatan dan strategi yang diterapkan oleh Suga dan timnya telah mendorong komitmen pemerintah desa untuk mengalokasikan sebagian anggarannya dalam percepatan penurunan stunting. “Jumlahnya juga meningkat dari sekitar Rp15 juta di tahun 2023 menjadi Rp17 juta di tahun 2024,” katanya.

Anggaran tersebut dikelola untuk berbagai kegiatan percepatan penurunan stunting di desa. Diantaranya adalah intervensi gizi Pos Gizi DASHAT (PGD) bagi anak berusia di bawah dua tahun (baduta) di desa. PGD adalah inovasi intervensi gizi dari PASTI dengan mengadaptasi dua intervensi yang sudah ada di masyarakat yakni Pos Gizi dan DASHAT.  

Pos Gizi adalah kegiatan pemberian makan tambahan padat gizi dengan bahan pangan dan menu lokal, disertai dengan edukasi praktik baik pemberian makan, pengasuhan, kebersihan, dan pencarian pelayanan kesehatan kepada orang tua. Program ini dilakukan  intensif selama 12 hari berturut-turut. Baduta dengan berat badan kurang (underweight) atau berat badannya tidak naik 2 bulan terakhir di Posyandu (2T), tetapi tidak sedang sakit, menjadi sasaran kegiatan ini.  

Sementara itu, Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT) adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga berisiko stunting melalui sumber daya lokal melalui edukasi dan pembiasaan pola konsumsi keluarga. Peserta baduta dengan status gizi underweight atau yang mengalami dua kali penimbangan berat badan tidak naik (2T), setelah menyelesaikan kelas Pos Gizi selama 12 hari, akan lanjut ke program DASHAT dengan masa pemantauan selama 90 hari. Program ini merupakan      pertemuan kelas edukasi yang dilakukan seminggu sekali per bulannya. Anak baduta dengan status satu kali penimbangan tidak naik (1T) juga dapat bergabung dalam kelas DASHAT. Selama program, berat badan anak akan dipantau setiap 30 hari oleh relawan pos gizi DASHAT  dan kader melalui kegiatan posyandu.

Penggabungan Pos Gizi dan DASHAT dalam satu model komprehensif ini bertujuan untuk menjangkau lebih banyak keluarga dan mendukung pemenuhan gizi selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK), melalui menu gizi kejar tumbuh yang bersumber daya lokal dengan harga terjangkau. Beberapa komponen dalam penyelenggaraan PGD dibiayai menggunakan anggaran dari desa. “Seperti dukungan transportasi untuk relawan PGD, pelatihan refreshment bagi relawan, hingga penyediaan beberapa alat pendukung untuk PGD,” kata Suga.

Nok (50), salah satu relawan PGD di desa tersebut menyebut bahwa dukungan desa dalam penyelenggaraan PGD sangat berarti. Menurutnya, perhatian dari desa membuat para relawan semakin termotivasi, terlebih, hasil penyelenggaraan PGD cukup signifikan menaikkan berat badan anak-anak yang menjadi peserta. “PGD bukan sekadar memberi makan. Tetapi juga turut mengajari peserta untuk mengubah pola asuh dan pola pemberian makan pada anak,” ujarnya.

Dukungan PASTI terhadap TPPS di salah satu desa di Kabupaten Pandeglang, Banten, tidak hanya memberikan dampak signifikan pada pelaksanaan PGD dan peningkatan kesehatan anak di desa tersebut, tetapi juga membawa desa ini meraih apresiasi dari Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia pada September 2024. Penghargaan ini diberikan karena desa tersebut dinilai memiliki kinerja yang baik dalam menurunkan angka stunting hingga 0 anak berstatus stunting pada tahun 2024, sebagaimana disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas). “Penghargaan tersebut tak lepas dari peningkatan kapasitas yang diberikan oleh PASTI untuk mendorong kami melakukan inisiatif dan inovasi pencegahan stunting melalui kolaborasi dengan berbagai sektor,” tutup Suga.  

 

 

Upaya program PASTI  

Program PASTI dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia terus berjalan. Selain pendekatan intervensi gizi dan peningkatan kapasitas remaja, pendekatan lain yang juga dilakukan adalah peningkatan kapasitas bagi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Sejak diimplementasikan pada tahun 2023 lalu, program PASTI telah meningkatkan kapasitas 1.100 anggota dari 242 Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat kelurahan/desa dan 192 anggota dari 27 TPPS di tingkat kecamatan. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, TPPS adalah pihak yang mendapat mandat untuk mengoordinasikan, mensinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif.

 

 

Penulis: Nana Rahmat, District Coordinator PASTI Pandeglang 

Penyunting: Unit Communications PASTI 


Artikel Terkait