Tantangan Peran Orangtua dan Kekuatan Pengasuhan Positif
Kata feminin atau feminitas menggambarkan sifat keperempuanan seperti lembut, kesabaran, kebaikan, merawat, empati, belas kasih, penuh cinta dan seterusnya. Sedangkan maskulin yang berasal dari kata muscle atau otot identik dengan kekuatan otot sehingga karakter maskulin dicirikan dengan sifat kompetitif, unjuk kekuatan, adanya kekuasaan, keberanian, kemandirian, tegas, menjadi pemimpin, kemampuan logika, dan lainnya. Kebanyakan dari kita akan berpikir seorang perempuan harus feminin dan seorang laki-laki harus maskulin, ini kemudian dipraktikkan dalam pengasuhan anak. Seorang ibu berkewajiban mengasuh, merawat anaknya sedangkan seorang bapak cukup bekerja untuk menafkahi keluarganya.
Kekerasan yang melibatkan anak sebagai pelaku, baik anak laki-laki maupun perempuan, dapat disebabkan oleh pola pengasuhan yang merestui atau mempraktikkan kekerasan. Pernyataan yang kerap kali kita dengar jika anak melakukan kekerasan adalah itu hasil didikan ibunya. Kemudian timbul anggapan apakah seorang ibu mengajarkan kekerasan pada anaknya? Hal ini karena anggapan pengasuhan anak adalah kewajiban ibu sebagai perempuan. Permasalahan ini tentu mengundang keprihatian Wahana Visi Indonesia (WVI) sebagai lembaga yang ingin setiap anak hidup utuh sepenuhnya. WVI berupaya agar nilai-nilai kekerasan tidak menjadi bagian dari kehidupan anak manapun.
Untuk menyasar isu pola pengasuhan anak, WVI memperkenalkan Pengasuhan dengan Cinta (PDC), sebuah konsep pengasuhan anak dengan kasih sayang yang seharusnya dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai orangtua. PDC menjadi upaya dekonstruksi untuk mengubah konsep pengasuhan anak hanya tugas ibu saja, padahal ayah juga sangat dibutuhkan perannya dalam pengasuhan anak. Perilaku dari ibu dan ayah yang penuh kasih sayang, tidak mempraktikkan kekerasan, membimbing dengan empati, merawat dengan setulus hati, kemandirian serta dapat menjadi tempat berlindung bagi anak adalah konsep-konsep yang diperkenalkan dalam pelatihan Pengasuhan dengan Cinta. Peserta pelatihan ini adalah para orang tua di desa-desa yang WVI dampingi.
Pada proses pengasuhan anak, kita dapat mengombinasikan sifat feminitas dan maskulinitas yang positif sehingga anak akan selalu merasa nyaman berada dalam lingkungan rumahnya. Anak dapat berdialog dengan orangtuanya, anak diajarkan kasih sayang, juga dapat belajar mengambil keputusan untuk kemandirian. Selain itu, yang paling penting adalah mengajak anak menyiapkan diri untuk menjadi pribadi yang mematuhi hukum negara dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Pengasuhan dengan Cinta adalah wujud komitmen WVI untuk ikut mendukung 16 hari tanpa kekerasan pada perempuan dan anak. Perilaku tanpa kekerasan hanya bisa diputus ketika anak diasuh dalam keluarga dan lingkungan tanpa kekerasan. Sudahkan kita berkontribusi pada terbentuknya keluarga dan lingkungan tanpa kekerasan? Mari bersama kita mulai dengan sama-sama menerapkan pengasuhan anak yang positif dan tanpa kekerasan demi mewujudkan hidup anak utuh sepenuhnya.
Penulis: Farida Indriani (GEDSI Specialist Wahana Visi Indonesia)