Temukan Makna dalam Angka: Karir Generasi Z di WV Global Center

Temukan Makna dalam Angka: Karir Generasi Z di WV Global Center

Ada beberapa staf yang berkarya di organisasi kemanusiaan tapi ritme kerja serasa pegawai kantoran. Setiap hari, dari pukul delapan pagi sampai empat sore, bekerja di balik meja dan memandangi angka-angka. Tidak seperti pekerja kemanusiaan yang identik dengan berada di akar rumput mendampingi anak dan masyarakat, ada juga pekerja kemanusiaan yang berkarya dari jauh dan berperan sebagai support team. Rutinitas pekerjaan yang tidak sedinamis pekerja kemanusiaan di lapangan seringkali menimbulkan pertanyaan: Apakah pekerjaan team support ini juga turut memberi dampak bagi anak dan masyarakat? 

Elsa, seorang Finance Analyst untuk World Vision Global Center, mendapat jawaban yang baik untuk pertanyaan di atas. Seorang rekan satu timnya pernah menyampaikan, “The numbers or the cells or the columns in the spreadsheets that we see every day is the life that we impacted every day (Angka atau sel atau kolom di lembar kerja yang setiap hari kita lihat, itulah kehidupan yang sedang merasakan dampak pekerjaan kita setiap hari),”. 

Kalimat ini terus memelihara semangat Elsa untuk berkarya di Wahana Visi Indonesia walaupun sebagai peran pendukung yang jarang terjun di tengah anak dan masyarakat dampingan. “Karena dampak yang diberikan untuk anak-anak inilah yang membuatku terus bekerja di WVI,” katanya. 

 

Karir yang Disetir oleh Arti 

“Empat tahun lalu, baru mau masuk dunia kerja, yang dicari adalah kerjaan yang bisa membuatku cepat dapat penghasilan besar. Masih self-centered ya, sempat juga melamar kerja ke perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia, apalagi aku juga lulusan akuntansi jadi mikirnya lebih ke situ,” cerita Elsa. Organisasi non-profit atau Non Government Organisation (NGO) yang bergerak untuk kemanusiaan bukan jadi pilihan utama meskipun Elsa sebenarnya sudah sempat mengenal WVI sejak tahun 2018. Waktu itu, Elsa masih menjadi mahasiswa di Universitas Pelita Harapan yang sedang mencari mitra untuk menyalurkan donasi pada penyintas gempa bumi dan likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah. 

Perempuan yang lahir pada tahun 1998 ini makin tertarik dengan organisasi kemanusiaan setelah menghadiri acara Donors Apreciation Night yang WVI adakan. Di acara tersebut, Elsa jadi bertanya-tanya kenapa bisa begitu banyak orang menggalang dana untuk kesejateraan anak-anak di Indonesia? Juga, kenapa begitu banyak orang bekerja di organisasi seperti ini? Usaha sebesar ini untuk memperjuangkan hidup anak-anak Indonesia itu pekerjaannya melakukan apa? 

“Di acara itu aku lihat bagaimana WVI bisa menyentuh banyak kehidupan dan banyak orang terberkati karena pekerjaan ini. Momen itu jadi titik balik aku, aku mau bergabung di organisasi ini,” ungkapnya. Kesempatan yang tepat datang di tahun 2020, ketika ia terpilih sebagai Finance and Accounting Officer di kantor nasional.  

Empat tahun telah dijalani dan kini Elsa sudah memantapkan hati untuk terus berkarya di dunia kemanusiaan karena karir ini memiliki tujuan yang berarti. “Aku merasa sudah masuk ke dunia yang tepat, sudah tidak bisa ke korporat lagi. POV aku sudah berubah. Bisa dibilang, karena pekerjaan ini aku bisa berdampak untuk anak-anak yang paling rentan dan aku jadi orang yang hatinya dilembutkan,” ujarnya. 

 

WVI sebagai Keluarga untuk Bertumbuh 

Bagi Elsa, bekerja di WVI seperti memiliki keluarga baru. Budaya kekeluargaan yang kental bahkan diterapkan juga di timnya sekarang yang berada di tingkat global. “Timku sekarang itu isinya kurang-lebih 100 orang dan dari beda-beda negara. Tapi mereka tidak membuatku merasa sendirian. Leader di tim lain juga suka nanya sama aku, apakah aku baik-baik saja, nyaman atau tidak,” kata anak muda yang termasuk Generasi Z ini. Meskipun ia adalah satu-satunya orang Indonesia di tim tersebut, Elsa langsung merasa diterima dan dihargai. 

“Wahana Visi Indonesia, dan sampai ke World Vision Global itu kekeluargaan tapi tidak toxic,” ujarnya. Bukan berarti karena merasa seperti keluarga, banyak pengecualian yang sengaja dilakukan untuk mempermudah pekerjaan. Elsa merasa justru nilai kekeluargaan ini memicu kerja sama yang solid dan menjaga profesionalitas. Setiap staf dan pemimpin malah jadi memliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya sambil saling mentransfer ilmu. 

Pelan tapi pasti, keluarga ini menjadi tempat bagi Elsa belajar bertumbuh. Elsa jadi mampu merefleksikan apakah ia sudah bertumbuh, masih bertumbuh, atau sudah berhenti bertumbuh. Baginya, pertumbuhan karir dan personal penting untuk terus terjadi. “Kalau kita terus bertumbuh, artinya kita bisa terus berkontribusi. Tapi kalau sudah tidak bertumbuh, artinya sudah tidak berguna lagi. Kalau aku merasa sudah tidak bisa bertumbuh lagi, aku harus mencari hal baru, dan WVI masih terus memnberiku hal baru, hal yang perlu dipelajari, dari setiap posisi yang pernah kujalani,” pungkasnya. 

Wahana Visi Indonesia merupakan bagian dari kemitraan World Vision sehingga memberi peluang bagi staf untuk berkembang di berbagai tingkat, mulai dari akar rumput, nasional, regional (Asia Pasifik, Afrika, Asia Timur, dan lainnya), hingga global. “It’s a great place to work karena banyak hal yang bisa dipelajari di sini. Kapan lagi bisa kerja sambil melayani, memberi kepuasan yang tak ternilai. Sekarang aku jadi tim global juga bisa eksplorasi lebih banyak peluang dan sangat banyak yang bisa dipelajari di sini. Sederhananya, kapan lagi aku bisa terhubung dengan orang di Honduras atau Burkina Faso?,” ujarnya disertai tawa. 

Sambil menikmati pekerjaan sehari-harinya saat ini, Elsa juga tetap menantikan kesempatan bisa menjadi staf lapangan di WVI maupun di World Vision Global Center. Isu kemiskinan di Indonesia dan dunia sangat menarik perhatian Elsa. Ia merasa WVI memiliki pendekatan unik untuk menguragi kemiskinan secara berkelanjutan dan ia ingin turut andil dalam hal ini. “Sudah banyak yang WVI lakukan sampai sekarang, tapi masih ada lebih banyak lagi anak-anak yang membutuhkan kehadiran kita. Jadi buatku sekarang, I’m up for anything as long as it gives more impact, more transformation,” pungkasnya. 

 

 

Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait