Geliat Ekonomi Desa Berdampak pada Gizi Anak dan Keluarga

Setiap orang tua ingin mengusahakan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya. Hasil kerja keras sebagian akan ditabung untuk mendukung kebutuhan anak dan keluarga. Hal ini yang dilakukan oleh 10 orang tua anggota kelompok simpan-pinjam di salah satu desa dampingan WVI di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. “Untuk orang tua, setiap tahun pembagian hasil kelompok simpan-pinjam kami ini dipakai untuk kebutuhan anak-anak kami sekolah,” ujar Sarny, salah satu ibu yang menjadi anggota kelompok.
Saling bantu, ingin mandiri, dan ingin maju bersama menjadi kekuatan kelompok simpan-pinjam yang sejak awal terbentuk. Sarny dan anggota kelompok lainnya mengadopsi sistem kelompok simpan-pinjam yang diperkenalkan oleh Wahana Visi Indonesia, yakni ASKA (Asosiasi Simpan-pinjam untuk Kesejahteraan Anak). Tujuan utama dari ASKA bukan hanya soal menabung, tetapi juga pengaturan ekonomi rumah tangga, di mana kebutuhan anak menjadi prioritas.
Kelompok simpan-pinjam di desa seperti yang Sarny ikuti juga bisa berkembang menjadi kelompok usaha. Kelompok simpan-pinjam di desa tempat Sarny tinggal adalah salah satu contohnya. Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan kelompok mewujudkan inisiatif kelompok usaha ayam petelur. Di tahun kedua kelompok simpan-pinjam berjalan, ada rutinitas baru yang lebih hidup dan membangkitkan ekonomi desa.
Usaha ini dimulai dengan pembangunan kandang dari tahap awal hingga akhir. Pembangunan melibatkan banyak tangan tapi tetap satu semangat. Kelompok juga mengatur pembagian jadwal piket untuk merawat ayam petelur. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat desa semakin semangat dan menyadari bahwa ada harapan untuk pergerakan ekonomi desa dan kesejahteraan anak-anak.
“Hasil dari usaha kelompok ini, telur kami jual pada tetangga di sekitar dan ada yang sudah berlangganan pada kami. Dari hasil penjualan telur, kami pakai untuk menabung di kelompok simpan-pinjam, sedangkan sebagian lagi disisihkan untuk membeli pakan,” tutur Sarny, yang memanfaatkan halaman belakang rumahnya untuk jadi lokasi kandang ayam petelur.
Ia pun melanjutkan beberapa kesepakatan dalam kelompok usaha, “Untuk anggota yang bertugas memberi makan ayam, akan diberikan lima butir telur untuk dimakan bersama keluarga. Tak lupa juga kami antarkan ke Posyandu sebanyak 120 butir untuk anak-anak kami. Tetapi, tidak semua ayam petelur kami bertahan. Sebagian ada yang mati karena virus. Kami tentu tidak putus asa begitu saja, dengan kesepakatan bersama kami membeli ayam petelur dari kelompok lain dan kembali beternak ayam dan merawat mereka,”.
Dampak baik kelompok tersalurkan hingga merambah ke sektor kesehatan anak. Berkat usaha ayam petelur di desa ini, kebutuhan protein harian anak dan keluarga dapat terpenuhi. Salah satu anggota kelompok lain yakni, Febi menyatakan, “Saya sangat bersyukur dan bersemangat karena kami pasti menikmati hasilnya. Anak saya dan anak-anak lain di desa pasti makan telur setiap hari," tuturnya.
Diawali dengan solusi untuk ekonomi keluarga, tapi kemudian bisa berdampak hingga pemenuhan gizi balita. Febi dan ibu-ibu lain merasa permasalahan gizi anak di desa mereka dapat menemukan jalan keluar. Yang awalnya anak-anak hanya sering makan nasi dengan sayur saja, sekarang sudah mulai bisa mengakses bahan pangan mengandung protein. Akses terhadap telur juga jadi sangat dekat karena dibudidayakan sendiri. Masyarakat tidak perlu lagi mengakses pasar di kota kecamatan yang jauh dari desa untuk mendapat bahan pangan mengandung protein.
Sarny dan anggota kelompoknya optimis kelompok simpan-pinjam dan usaha di desanya dapat terus berlanjut dan membuahkan hasil baik untuk anak dan keluarga. “Kami sekarang memikirkan untuk bagaimana kedepannya kami bisa menghasilkan uang lebih banyak untuk mengisi kandang demi keberlanjutannya, karena banyak manfaat yang kami terima. Dukungan bibit sayur juga menjadi harapan kami untuk ditanam di belakang kandang yang bisa menjadi tambahan gizi untuk keluarga atau bahkan bisa kami jual,” harap Sarny.
Penulis: Joanike Rohi (MEL Officer kantor operasional WVI di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)