Kebun Kecil yang Berdampak Besar untuk Anak-anak

Pekarangan rumah tidak selalu ditanami tanaman hias saja tapi bisa jadi tempat dimulainya swasembada pangan. Meskipun ukuran pekarangan kecil tapi bisa dimanfaatkan untuk menanam sayur yang cukup untuk konsumsi anak dan keluarga. Menggunakan polybag, karung atau wadah lain juga bisa jadi alternatif menanam sayur di rumah. Pekarangan rumah yang memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga bisa disebut kebun gizi. Bagi beberapa anak dan keluarga dampingan Wahana Visi Indonesia kebun gizi menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi keluarga, terutama balita. Keluarga dapat menghemat biaya untuk membeli sayur dari kios atau penjual, dan ibu-ibu tidak perlu jauh-jauh ke ladang untuk memetik sayur. Kebun gizi di pekarangan rumah lebih dekat dan terjangkau.
Selain anak, anggota keluarga yang paling diuntungkan dari kebun gizi adalah para ibu, seperti Henilia. Sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak, kebun gizi membuat hidupnya lebih mudah. Ia jadi bisa fokus juga ke beberapa kegiatan lain di luar rumah seperti aktif sebagai kader Posyandu di desanya yang berada di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. “Yang penting, saya bisa memastikan kedua anak saya, baik yang sudah kelas 5 SD atau yang masih usia lima tahun, mendapat perhatian dan asupan gizi yang cukup,” tuturnya.
Menanam sayur di pekarangan rumah sebenarnya bukan hal baru bagi Henilia. Namun ia memiliki wawasan yang terbatas untuk merawat tanaman sayur. Pendampingan dari WVI mulai menyadarkan Henilia kalau ia bisa belajar merawat tanaman sayur hingga menghasilkan panen yang cukup untuk konsumsi keluarga. “Tanaman sayur saya itu tumbuh liar. Saya tidak tahu bagaimana cara mengelolanya dengan baik. Maret 2025 lalu tim WVI dan Yakkestra mengadakan pelatihan kebun gizi di desa kami. Kader Posyandu, orang tua balita, dan ibu hamil ikut pelatihan tersebut,” ceritanya.
Saat pelatihan, Henilia bersama ibu-ibu lain di desanya belajar banyak hal baru seperti, membuat pupuk organik, teknik membuat bedeng, dan memanfaatkan bahan alami di sekitar rumah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. “Kami praktik langsung di kebun contoh yang ada di samping kantor desa. Pelatihannya sangat hidup, para ibu antusias mengikuti setiap sesi pelatihan,” ungkapnya.
Ilmu yang diperoleh dari pelatihan pun langsung ditindaklanjuti oleh para ibu. Peserta pelatihan dibagi dalam beberapa kelompok di mana Henilia menjadi salah satu ketuanya. Setiap kelompok membuat komitmen bersama untuk menerapkan apa yang sudah dipelajari saat pelatihan. “Misalnya, kami buat pupuk organik sama-sama, lalu hasilnya dibagi merata untuk digunakan di pekarangan rumah tiap ibu yang jadi anggota kelompok,” tuturnya. Menyambut antusiasme para ibu-ibu di desa ini, WVI dan mitra lokalnya yakni, Yakkestra, memfasilitasi beragam bibit sayur dan buah.
“Saya sangat bersemangat menanam bibit-bibit pakcoy, kangkung, tomat, pepaya, dan kacang panjang. Beberapa minggu kemudian, tanaman mulai tumbuh subur. Rasanya luar biasa melihat hasil kerja tangan sendiri bisa menjadi sumber gizi bagi keluarga. Kami bahkan sudah beberapa kali memanen sayur dari kebun kecil kami untuk kebutuhan makan sehari-hari,” ujar perempuan berusia 33 tahun ini.
Tak berhenti di satu pelatihan saja, pada Juni 2025, WVI dan Yakkestra kembali mengadakan pelatihan lanjutan tentang pengolahan makanan dari hasil kebun gizi. Henilia dan ibu-ibu di desanya sukarela membawa peralatan memasak dari rumah seperti, kompor, panci, dan kuali serta tentu saja, sayur hasil panen dari kebun gizi masing-masing.
“Sebelum praktik memasak, kami mendapatkan materi dari tenaga kesehatan Puskesmas tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA). Termasuk cara mengolah makanan sesuai usia anak. Setelah itu, kami mulai memasak dalam kelompok. Saya merasa sangat senang karena pelatihan ini membuka wawasan saya tentang cara menyajikan makanan sehat dan bergizi untuk anak-anak,” pungkas Henilia.
Dari pelatihan menanam hingga pengolahan makanan, Henilia merasa lebih percaya diri sebagai seorang ibu dan kader. Ia berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut di desanya karena pengetahuan seperti ini sangat dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang anak-anak di desa tempat ia tinggal.
Penulis: Angelina Uta (Staf lapangan Yakkestra, mitra implementasi program kantor operasional WVI di Ngada)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)