Mulai Menabung Hasi Jual Sayur Kebun Gizi Apung

Mulai Menabung Hasi Jual Sayur Kebun Gizi Apung

Kebun gizi apung di Asmat, Papua bukan hanya memberi variasi menu makanan bagi anak dan keluarga, tapi juga mulai menjadi penggerak kegiatan menabung di kampung. Setelah beberapa tahun konsisten menanam dan mendapat panen yang baik untuk dikonsumsi, mama-mama di Asmat mulai bisa menjual hasil sayur kebun gizi apung karena panen dalam jumlah yang cukup banyak. Karena kebutuhan sayuran di rumah sudah terpenuhi, hasil panen yang berlebih tersebut dijual. Uang hasil penjualannya mama-mama tabung karena sekarang sudah ada kelompok simpan pinjam (ASKA, Asosiasi Simpan-pinjam untuk Kesejahteraan Anak) di kampung. 

Bagi Mama Norberta (47 tahun), kebun gizi apung awalnya menjawab kebutuhannya akan variasi sayuran di meja makan. “Kami punya tanah di Asmat yang lumpur begini susah kalau tanam sayur. Ada juga sayur yang bisa ditanam seperti daun kasbi (singkong), daun gedi (ubi jalar), dan daun katuk tapi itu juga lama sekali baru bisa dipanen. Selain sayur itu, tidak ada lagi sayur yang bisa ditanam di tanah lumpur. Kalaupun kita tanam sayur kacang, kangkung atau sawi hanya bisa waktu air turun. Tapi nanti kalau sudah mulai tumbuh tiba-tiba air tinggi, tanamannya langsung mati. Tidak ada yang bisa kami panen,” ungkap ibu dari enam orang anak ini. 

Sejak mencoba dan melanjutkan merawat kebun gizi apung, Mama Norberta tidak perlu khawatir lagi akan kebutuhan sayuran. Air surut atau tinggi, sayurannya akan tetap bertumbuh dengan aman dan pasti dapat dipanen. Bahkan sekarang, kebun gizi apung juga menjadi salah satu solusi ekonomi bagi keluarga Mama Norberta. Kebun gizi apung jadi memiliki nilai tambah, bukan hanya membantu menambah variasi makanan bagi anak-anak dan keluarga, tapi juga mengajarkannya tentang menabung. Hal ini membuat Mama Norberta makin semangat merawat kebung gizi apung. 

“Pagi sore Mama selalu siram tanaman terus cabut-cabut rumput yang tumbuh juga. Kemarin Mama dan Bapa juga sama-sama tambah tanah yang sudah sisa sedikit di pot. Mama rajin rawat karena Mama juga sudah dapat banyak manfaat. Sekarang di rumah kalau makan tidah susah cari sayur, terus karena Mama juga ikut ASKA jadi uang hasil jual sayur juga sebagian Mama kasih masuk di ASKA,” cerita Mama Norberta. Mama Norberta aktif mengikuti berbagai kegiatan yang difasilitasi oleh Wahana Visi Indonesia (WVI). WVI mendampingi kampung tempat Mama Norberta tinggal dan menginisiasi adanya kebung gizi apung serta kelompok simpan pinjam. 

Akses terhadap layanan keuangan seperti bank belum sampai ke perkampungan di Asmat, Papua. Masyarakat Asmat juga belum menjadikan menabung sebagai prioritas. Ekonomi keluarga dikelola dengan prinsip seberapa besar uang yang ada di hari tersebut, sebesar itu jugalah pengeluaran yang dilakukan. Sehingga, ketika ada biaya-biaya yang wajib dibayar seperti untuk kebutuhan sekolah atau kesehatan anak, kebanyakan orang tua di Asmat tidak memiliki dana simpanan yang dapat digunakan. 

Ketika kebun gizi apung mulai menjadi sumber penghasilan di masyarakat, WVI bekerja sama dengan pemangku kepentingan di kampung mencoba menginisiasi kelompok simpan-pinjam yang dikenal dengan nama ASKA. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan konsep menabung dan meminjam yang dibangun sesuai kesepakatan seluruh nasabah, sehingga semua akan sama-sama merasakan untung. Syaratnya, tabungan dan pinjaman di ASKA harus memberi manfaat untuk anak, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, bagi ibu seperti Mama Norberta, ASKA sangat bermanfaat karena dapat membantu pemenuhan kebutuhan bagi enam orang anaknya bilamana diperlukan. 

 

 

 

Penulis: Maksimus Asrul (Fasilitator lapangan di kantor operasional WVI di Asmat, Papua) 

Penyunting: Mariana Kurniawat (Communication Executive


Artikel Terkait