Sersin dan Inti, Semakin Harmonis Berkat Mengelola Keuangan Bersama

Setiap orang memiliki impian untuk diwujudkan. Hal tersebut seringkali menjadi semangat orang dalam bekerja. Dari mulai hal yang bersifat kebendaan seperti membeli atau memiliki sesuatu, seperti rumah, barang-barang tertentu, maupun impian untuk mengubah perilaku. Dengan banyaknya aktivitas dan berbagai tuntutan yang dimiliki manusia dewasa, seringkali impian tersebut terlewat begitu saja, dikalahkan oleh kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
Hal serupa dialami oleh pasangan Sersin dan Inti yang berasal dari Kabupaten Poso. Sejak menikah di tahun 2020, mereka bermimpi memiliki rumah yang layak dan nyaman untuk keluarga kecil ini. Inti adalah seorang petani dengan berbagai jenis komoditas. Tanaman tahunan yang dimilikinya adalah kakao, cengkih, dan durian. Sementara tanaman palawijanya ialah cabai dan jagung. “Untuk jagung ini terus terang kami baru mulai lagi,” tutur Inti. “Tapi kalau rica1 juga sementara menanam. Kami sedang persiapan lahan,” lanjutnya. Selain itu di kebun mereka juga tumbuh berbagai macam sayuran untuk memenuhi kebutuhan dapur sendiri.
Sebelum menikah dengan Sersin dan memutuskan untuk pindah ke desa istrinya, Inti sudah pernah menanam jagung di desa asalnya. Tetapi menurutnya, menanam jagung di desanya dan di sini jauh berbeda. Desa asalnya dulu bertanah rawa-rawa. Saat air rawa dikeringkan, tanah menjadi sangat subur dan sama sekali tidak memerlukan pupuk untuk bertani jagung. Luas tanahnya yang hanya 47 are saja, bisa menghasilkan jagung lebih dari 2 ton, sekali panen. Di desa yang ditempatinya sekarang dia sudah pernah mencoba, tetapi tanpa pupuk dan teknik menanam yang tepat, hasilnya sangat jauh jika dibandingkan dengan hasil dari bertanam jagung di desanya.
Tanaman tahunan yang dimiliki pasangan ini juga belum dapat dikategorikan mencukupi kebutuhan. Inti mendapatkan lebih banyak penghasilan dari menoreh getah pinus. Tidak jauh dari tempat mereka tinggal, terbentang hutan pinus yang cukup luas milik Dinas Kehutanan. Pemerintah yang menanam pohon tersebut dan masyarakat yang mengolahnya. Pada awalnya masyarakat diminta mengkapling hak pengelolaan hutan tersebut agar tidak terjadi perebutan dan kesalahpahaman. Kavling pinus tersebut sebetulnya milik orang tua Sersin, tetapi sekarang hak untuk memanen getahnya diserahkan pada sang menantu, Inti.
“Dari getah pinus kita bisa menabung untuk mewujudkan rumah impian,” kata Sersin menjelaskan tentang rumah yang masih dalam proses pembangunan ini. “Kalau mengandalkan kakao dan cengkih, kita belum bisa. Sementara durian juga baru satu kali panen dan hasilnya masih kurang maksimal,” tambahnya. Pohon kakao mereka yang menghasilkan baru 300 pohon dari total seribu pohon yang dimiliki.
Semenjak mengikuti pelatihan literasi keuangan keluarga yang dilaksanakan oleh WVI, pasangan ini belajar untuk terus konsisten mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan. Selama ini mereka berdua mengatakan bahwa pola belanjanya berdasarkan keinginan. Kalau pergi ke pasar di kota, mereka akan membeli apapun yang diinginkan, tanpa pertimbangan dan tidak ada prioritas belanja. Ketika ada kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan, mereka baru merasa bahwa uangnya menjadi kurang. Perasaan tidak memiliki uang dan selalu berkekurangan muncul karena ketidakmampuan mengelola uang, demikian menurut mereka berdua. Karena ternyata setelah belajar tentang prioritas dan mencoba melakukan pencatatan, serta menabung, mereka jadi bisa mengatur dan bahkan belajar merencanakan keuangan.
Kebiasaan mencatat dan menabung ini perlahan-lahan ditularkan pada anak semata wayang mereka. Sang anak yang duduk di bangku SMP setiap hari mendapatkan uang saku, yang dibelanjakan hanya seperlunya saja. Hampir setiap hari dia melaporkan pada ibunya digunakan untuk apa saja uang tersebut, dan masih ada sisa berapa, sehingga keesokan harinya Sersin hanya perlu memberikan tambahan untuk menggenapi sisa uang saku dari hari sebelumnya. Anak Sersin dan Inti yang memasuki dunia remaja ini pun memiliki tabungan sendiri di kelompok remaja gereja di kampung mereka.
Rumah yang menjadi impian keluarga ini, akan segera selesai. Saat ini Inti dan Sersin sedang merencanakan impian baru, yaitu memelihara ternak. Mereka melihat potensi ternak babi dan lele yang mudah untuk dikembangkan dan cukup menjanjikan. Dengan memiliki pencatatan keuangan, mereka jadi bisa merencanakan hal tersebut, menyisihkan uang untuk membeli hewan, membangun kandang, dan sebagainya. Merasa mendapatkan manfaat dari ilmu literasi keuangan yang sudah didapat, Sersin dan suaminya berniat untuk belajar lebih banyak tentang mengatur pengeluaran, termasuk menempatkan prioritas.
Menurut mereka, dengan berbagi peran dalam mengatur keuangan ini, mereka menjadi lebih dekat karena setiap kali baik Sersin maupun Inti akan berbelanja, mereka saling menginformasikan dan mendiskusikannya. “Dengan keterbukaan ini, kita jadi sama-sama memiliki tanggung jawab atas pengeluaran rumah tangga,“ pungkas pasangan ini sembari tersenyum.
INCLUSION (Increase the Leverage of Inclusive Market Across Indonesia) didanai oleh DFAT melalui ANCP (Australian NGO Cooperation Program). Tujuan dari proyek ini adalah untuk membuka akses pasar bagi petani di area dampingan Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Halmahera Utara di Indonesia. INCLUSION juga bertujuan untuk menciptakan sistem pasar yang lebih inklusif dengan mengarusutamakan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) dan adaptasi iklim. Proyek ini diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia dan mitra lokal.
Penulis: Dian Purnomo (Penulis dan peneliti, konsultan untuk buletin proyek INCLUSION di Sulawesi Tengah)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)