Kebiasaan Cuci Tangan dengan Sabun Tidak Selalu Terkait Fasilitas
Ketersediaan akses cuci tangan ternyata tidak secara signifikan berpengaruh pada praktik cuci tangan yang baik di masyarakat. Rata-rata hanya 60 persen keluarga yang memiliki fasilitas cuci tangan yang melakukan praktik cuci tangan yang benar.
Hal tersebut sesuai dengan laporan Riset Kesehatan Dasar 2018. Praktik cuci tangan yang benar didefinisikan sebagai praktik cuci tangan dengan sabun dan air mengalir yang dilakukan sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor seperti memegang uang dan memegang binatang, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi atau anak, setelah menggunakan pestisida, sebelum menyusui, dan sebelum makan.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam acara Peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia 2024 di Jakarta, Selasa (5/11/2024), mengatakan, praktik mencuci tangan dengan sabun merupakan tindakan yang sederhana untuk dilakukan. Namun, implikasi dari perilaku ini amat besar bagi kesehatan masyarakat.
”Kita ingat dulu pada saat Covid-19, kebiasaan cuci tangan pakai sabun telah membuktikan bisa mencegah penularan Covid-19. Lewat gerakan ini pula kita bisa berhasil menangani Covid-19. Kebiasaan ini harus diteruskan karena bisa berimplikasi pada kesehatan secara keseluruhan, termasuk stunting dan diare,” tuturnya.
Ia pun berharap agar kebiasaan masyarakat mencuci tangan dengan sabun yang sudah berjalan baik selama masa pandemi tetap dipelihara. Kebiasaan mencuci tangan yang benar harus menjadi bagian dari pola hidup kesehatan masyarakat.
Untuk itu, Dante mengatakan, akses masyarakat pada fasilitas cuci tangan dengan sabun harus terus ditingkatkan. Pada 2023, sebanyak 79 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun. Pada 2030 ditargetkan 100 persen rumah tangga bisa memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun.
Ketersediaan fasilitas
Wash Team Leader Wahana Visi Indonesia (WVI) Gisela Nappoe mengatakan, sekalipun ketersediaan fasilitas cuci tangan dengan sabun amat penting di masyarakat, hal itu tetap harus didukung upaya lain yang mendorong kebiasaan mencuci tangan itu sendiri. Sebab, riset sederhana WVI menunjukkan, tidak ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas dan perilaku cuci tangan pakai sabun di masyarakat.
Sebuah keluarga mencuci tangan di tempat cuci tangan yang disediakan di depan Museum Sono Budoyo, kawasan Titik Nol, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam menjalankan perilaku cuci tangan dengan sabun di masyarakat, terutama praktik yang dilakukan pada ibu dengan anak balita.
Kendala yang ditemukan, antara lain, ketersediaan sabun yang memadai. Sebagian masyarakat yang sudah memiliki fasilitas cuci tangan memiliki kendala untuk membeli sabun secara teratur karena keterbatasan keuangan.
Hal lain yang juga menjadi kendala, yakni adanya beban kerja rumah tangga yang terlalu besar dalam merawat anak. Kondisi tersebut membuat orangtua, terutama ibu, teralihkan perhatiannya dari praktik cuci tangan pakai sabun karena harus cepat mengasuh anak.
Selain itu, biasanya pola pengasuhan orangtua cenderung menjadi lupa mencuci tangan dengan sabun seiring bertambahnya usia anak. Praktik cuci tangan dengan sabun perlu dilakukan saat sesudah buang air besar atau buang air kecil, sesudah membersihkan pantat bayi atau anak, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum memberi makan atau menyusui bayi atau anak.
Social Behavior Change Lead USAID IUWASH Tangguh Ika Francisca menambahkan, edukasi mengenai praktik cuci tangan dengan sabun harus terus digencarkan di masyarakat. Pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya cuci tangan dengan sabun sudah sangat baik, namun itu belum diikuti dengan praktik yang dijalankan.
Berdasarkan Survei Cuci Tangan Pakai Sabun oleh USAID IUWASH Tangguh pada 2023, sebanyak 97,74 persen responden menyatakan membutuhkan sabun untuk mencuci tangan. Sebanyak 90,16 persen juga mengatakan membutuhkan air untuk cuci tangan.
Pada praktiknya, sebanyak 90,14 persen responden memang mencuci tangan dengan air. Akan tetapi, hanya 86,24 persen yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun.
”Hal ini yang harus kita pastikan. Sudah banyak yang memiliki akses pada sarana cuci tangan, seperti air dan sabun. Namun, apakah orang tersebut betul-betul melakukan praktik cuci tangan dengan sabun, itu yang perlu diperhatikan,” kata Ika.
Sumber: Kebiasaan Cuci Tangan dengan Sabun Tidak Selalu Terkait Fasilitas