Ayah Siaga dari Manggarai Timur
Sehari-hari, Wenslaus Ranu bekerja sebagai tukang. Suatu hari, ia menjadi Kader Pengembangan Manusia (KPM) di desanya. Pada suatu kesempatan, ia pun menjadi konselor Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA). Seumur hidup, ia adalah seorang ayah siaga bagi anak-anaknya.
Tahun 2021, Bapak Wens - begitu ia biasa disapa - terpilih menjadi KPM yang bertugas mendata dan mendampingi keluarga-keluarga yang anak balitanya mengalami stunting. Bersinggungan dengan isu stunting membuat ayah empat anak ini semakin sadar akan kondisi balita di desanya. Bapak Wens menyadari kalau selama ini hampir seluruh keluarga mendapatkan bahan makanan dengan membeli dari pasar atau penjual sayur keliling. Keluarga-keluarga tersebut sulit memenuhi kebutuhan gizi anak-anak saat tidak memiliki cukup uang untuk membeli bahan makanan. Apalagi sebagian besar orang tua tidak memiliki penghasilan tetap. Padahal pemenuhan gizi anak balita sangatlah penting karena berpengaruh besar pada tumbuh-kembang anak.
Tahun 2022, Bapak Wens mengikuti pelatihan PMBA yang diselenggarakan oleh Wahana Visi Indonesia bersama dengan tenaga kesehatan dari Puskesmas. Selain itu, kegiatan kebun gizi di desa pun mulai diimplementasikan. Dua kegiatan ini bertujuan agar balita di desa tempat Bapak Wens tinggal dapat mengalami perbaikan status gizi. Stunting sangat erat kaitannya dengan asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi balita. Oleh karena itu, para orang tua dapat mendalami cara pemberian makanan yang tepat bagi balita. Sedangkan kebun gizi merupakan upaya agar kesulitan pemenuhan kebutuhan makanan dapat teratasi. Keluarga tidak perlu selalu membeli sayur atau lauk karena sudah bisa mengkonsumsi hasil panen kebun gizi sendiri.
“Saya awalnya sungkan, apalagi saya laki-laki, bagaimana mungkin saya belajar mengenai ASI dan ibu hamil”, cerita Bapak Wens ketika ia ikut pelatihan PMBA di hari pertama. Namun, setelah tuntas mengikuti pelatihan ia bisa berkata, “Saya jadi lebih semangat dan percaya diri melakukan kegiatan konseling, karena punya pegangan materi dan gambar-gambar. Saya sangat senang,”. Tugasnya sebagai KPM terasa lebih berisi karena selain pendampingan, Bapak Wens juga bisa sekaligus memberi konseling PMBA pada orang tua, khususnya para ibu. Ia juga bisa berbagi pengetahuan tentang tumbuh-kembang anak.
Selama ini, pemberian makan pada balita dilakukan berdasarkan pengetahuan turun-temurun dan juga sesuai beberapa anjuran tenaga kesehatan saat Posyandu. Dengan kata lain, sebelumnya orang tua hanya memahami praktik pemberian makan secara umum. Namun, setelah menjadi konselor PMBA, Bapak Wens dapat memberi pemahaman yang lebih rinci. “Ada orang tua yang mulai sadar tentang gizi anak. Mereka cerita kendala mereka dan ceritakan niat mereka untuk anak-anak mereka supaya bisa hidup lebih baik,” ujar Bapak Wens.
Bapak Wens juga menyaksikan bagaimana balita di desanya sudah semakin membaik. Beberapa anak mulai naik berat badannya. Sebagian ada orang tua yang sudah mulai menerapkan PMBA meskipun belum maksimal. Dengan adanya konseling PMBA dan kebun gizi hampir seluruh orang tua sadar akan pentingnya makanan bergizi bagi anak. Pemerintah desa pun turut mengambil peran dengan menyediakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita dan ibu hamil di desa.
Di kemudian hari, Bapak Wens terus berbagi pengetahuan yang sudah ia peroleh hingga balita di desanya bisa bertumbuh-kembang sebaik mungkin. Tugasnya sebagai seorang ayah siaga tidak berhenti di keluarganya saja. Bapak Wens menjadi ayah siaga bagi para ibu dan balita di desanya melalui peran sebagai KPM dan konselor PMBA. “Saya juga melakukan advokasi dengan menyuarakan tentang tumbuh kembang anak, isu gizi, dan kondisi keluarga yang ada di desa dalam forum pertemuan-pertemuan di desa,” tuturnya.
Penulis dan penyunting : Mariana Kurniawati (Communication Executive)