Pendidikan Gizi untuk Orang Tua itu Penting

Pendidikan Gizi untuk Orang Tua itu Penting

“Yo, ayo rek, tiap bulan rame-rame ke Posyandu… Yo, ayo rek, supaya anak sehat dan dapat imunisasi lengkap,” seru Sundari (37 tahun) saat memimpin kelompoknya membawakan jingle yang menitikberatkan pada edukasi kesehatan. “Saya upayakan jingle dibuat semenarik mungkin ya. Cukup durasinya 5 menit, memakai rima yang sama sehingga lebih mudah diingat. Kami membuat jingle ini supaya dapat dipakai ketika melakukan edukasi ke ibu-ibu yang akan ikut Pos Gizi tingkat RW, di wilayah sasaran Posyandu kami,” jelasnya. 

Jingle baru ini Sundari buat saat ia mengikuti sesi mengenai Penelusuran Keluarga Penyimpang Positif. Sesi ini merupakan rangkaian pelatihan Pos Gizi bagi relawan dan kader Posyandu di Simokerto, Jawa Timur. 

Pelatihan Pos Gizi ini melibatkan kader-kader Posyandu bersama relawan dari tiga kecamatan di wilayah layanan Wahana Visi Indonesia yang berada di Simokerto. Saat sesi Penelusuran Keluarga Penyimpang Positif, kader dan relawan mencoba menemukan beberapa perilaku yang berbeda dari masyarakat pada umumnya, yang diterapkan oleh Keluarga Penyimpang Positif.  Keluarga Penyimpang Positif memiliki perilaku berbeda yang ternyata berkontribusi pada asupan gizi dan kesehatan balita. Keluarga Penyimpang Positif ialah keluarga yang memiliki balita dengan status status gizi normal dan berasal dari keluarga pra-sejahtera. 

Setelah melihat bagaimana Keluarga Penyimpang Positif mengasuh dan mengasup anak-anaknya, para kader dan relawan melihat bagaimana cara-cara tersebut dapat ditularkan pada keluarga lain. Keluarga lain dapat meniru praktik pengasuhan, pemberian makan, dan praktik kebersihan dari Keluarga Penyimpang Positif sehingga dapat mencegah dan menanggulangi masalah gizi, khususnya berat badan kurang. 

Selain memberi ruang untuk para kader dan relawan membuat jingle dan mempelajari kebiasaan Keluarga Penyimpang Positif, pelatihan kali ini juga membahas tentang pengolahan makanan yang padat gizi, bervariasi, serta memanfaatkan bahan pangan lokal. Ada dua bahan pangan lokal yang ternyata dimanfaatkan Keluarga Penyimpang Positif yakni, daun kelor dan daun katuk. Kedua bahan pangan lokal ini banyak tersedia di sekitar pemukiman dan tidak perlu membeli alias gratis. 

Selain kedua jenis sayur tersebut, anak-anak dari Keluarga Penyimpang Positif juga selalu mengonsumsi protein hewani khususnya telur ayam dan ikan air tawar. Ini hanya sedikit dari banyak kebiasaan baik yang ada dalam keseharian Keluarga Penyimpang Positif.  

“Pada pelatihan ini, saya jadi banyak belajar terkait menu padat gizi bagi anak yang kurang gizi. Kelompok kami belajar dan praktik membuat menu makanan untuk bayi usia 6-8 bulan. Tadi kalau dihitung-hitung per porsi itu harganya RP 8.000-an. Untuk anak 6-8 bulan juga disarankan agar memperhatikan tekstur yang bisa diterima oleh bayi, dan mengikuti cara pemberian makan yang sesuai. Kalau dibawah satu tahun, diingatkan untuk makanan bayi tidak boleh diberikan gula dan garam. Jadi tadi langsung kami coba,” ungkap Sundari. 

Setelah selesai memasak menu makanan padat gizi, saatnya para relawan dan kader Posyandu belajar bagaimana penerimaan anak pada menu makanan padat gizi serta bagaimana cara memberi makan yang tepat dan sesuai usia anak. “Dalam pengolahan menu Pos Gizi, saya sangat menjaga kebersihan mulai dari persiapan, pengolahan, hingga penyajian. Wadah penyimpanan bahan makanan, sutil, panci, piring, dan sendok harus bersih. Jangan sampai makanan yang kita buat menjadi sumber penyakit. Kita harus pastikan selalu kebersihannya. Selanjutnya, saya juga sudah bisa memasak dengan mudah karena menu-menu sudah memiliki Ukuran Rumah Tangga (URT), jadi tidak harus selalu ditimbang. Nanti kalau di RW kami, kami upayakan menu dengan URT ini yang bisa selalu diingat oleh ibu balita,” ucap Sundari. 

Pelatihan Pos Gizi di Simokerto ini dapat terlaksana dengan baik karena terjalin kemitraan antara masyarakat, WVI, dan FKM Universitas Airlangga. “Saya senang dengan pelatihan ini, jadinya bisa tahu bahwa ternyata banyak bahan makanan yang bergizi dan terjangkau. Dengan harga RP 8.000 per porsi sudah bisa dapat menu yang sehat dan sesuai dengan standar kesehatan, seperti saring makanan untuk bayi dan tidak memakai penyedap. Sederhana namun seringkali dilewatkan oleh orang tua saat mengolah makanan sehat bagi anak,” kata Sundari. 

Ilmu yang ia dapat saat pelatihan pun ingin ia bagikan pada ibu balita lain di sekitarnya. “Setelah pelatihan ini, saya dan relawan atau kader lain berencana melakukan Pos Gizi supaya dapat membuat anak-anak yang berat badan kurang di RW kami dapat sehat kembali. Semoga nantinya dapat membuat anak-anak Posyandu di RW saya semakin sehat dengan menu Pos Gizi. Untuk jingle, saya juga bertekad untuk dapat dipakai ketika Posyandu supaya dapat diingat selalu oleh ibu-ibu lainnya,” pungkasnya. 

 

 

Penulis: Gloriana Seran (MCHN Specialist Zona Sambawa-Kalbar) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait