Piring Anak-anak di Ende Masih Belum Terisi

Piring Anak-anak di Ende Masih Belum Terisi

Sudah dua bulan berturut-turut berat badan Maria tidak naik. Maria berusia empat tahun. Ia tinggal di salah satu desa terjauh di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Data penimbangan terbaru di Posyandu mencatat berat badan Maria hanya 14 kg. Idealnya, berat badan anak perempuan seusianya adalah 16,1 kg. 

“Sejak usia dua tahun sampai sekarang, berat badannya turun-naik,” ujar Rosta, ibu yang menjadi pengasuh utama Maria. Hal ini terjadi karena menu harian Maria tidak bervariasi dan kandungannya tidak seimbang. “Satu bulan makan ikan kurang-lebih tiga kali. Paling sering Maria makan nasi kasih garam lalu campur air hangat. Atau kalau tidak ya nasi pakai sayur bening,” ungkap Rosta. 

Ia pun mengalami kesulitan menyajikan menu yang bervariasi karena keterbatasan pengetahuan. Sebagai seorang ibu, Rosta ingin anaknya tumbuh sehat dan terpenuhi kebutuhan gizinya. Namun, ia pun tidak memiliki akses terhadap informasi atau wawasan yang dibutuhkan dalam mengasuh dan mengasup anaknya. 

“Kalau terus makan menu yang sama, sudah tidak mau. Sehari makan bisa hanya dua kali. Tapi kalau menu sudah berbeda, mau makan,” ungkap Rosta. 

Selain keterbatasan wawasan dan kapasitas orang tua untuk menyediakan menu makan bergizi seimbang dan bervariasi, ketersediaan bahan pangan lokal yang tinggi protein juga jadi salah satu faktor mengapa anak-anak di desa mengalami gizi kurang. Hampir semua jenis bahan pangan yang tinggi protein seperti telur dan ikan harus dibeli dan didatangkan dari luar desa. 

Membeli bahan pangan yang tepat untuk asupan gizi anak juga berkaitan erat dengan kapasitas ekonomi keluarga. Sedangkan, sebagian besar orang tua di desa-desa di Ende mengandalkan penghasilan dari bertani atau berkebun, yang belum tentu memberi penghasilan tetap. Roda perekonomian di desa juga belum cukup kuat untuk menjamin kesejahteraan para petani. 

Upaya pemenuhan gizi anak-anak yang tinggal di desa terjauh di Indonesia membutuhkan intervensi lintas sektor, seperti kesehatan dan ekonomi. Pada sektor kesehatan, kegiatan-kegiatan seperti Posyandu dan Pos Gizi harus lebih efektif mengembangkan pengasuhan orang tua. Khususnya dalam hal pemberian makanan bergizi seimbang. Selain itu, pemanfaatan bahan pangan lokal serta ketersediaan bahan pangan protein juga perlu perhatian khusus. 

Pada sektor ekonomi, kegiatan yang bertujuan untuk menggerakkan ekonomi keluarga menjadi sangat penting. Kemampuan keluarga untuk menyediakan menu makanan bergizi seimbang setiap hari, setiap kali makan, untuk setiap anak sangat bergantung pada kemampuan ekonomi. 

Oleh karena itu, Wahana Visi Indonesia menginisiasi intervensi yang mengkombinasikan kedua sektor ini melalui program AMPUH (Aksi Mencegah Malanutrisi dengan Pangan Telur Harian) di desa-desa dampingan yang berada di Ende. Program ini akan meningkatkan wawasan, mengubah pengasuhan, serta meningkatkan kapasitas orang tua agar mampu memberi asupan protein yang mudah dijangkau dan dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan. 

Wahana Visi Indonesia percaya bahwa tumbuh sehat dengan gizi yang CUKUP adalah hak setiap anak. Kami berharap, mimpi ini juga dapat menjadi mimpi kita bersama. Mari saling mendukung dan menyalurkan kontribusi untuk mewujudkan setiap anak Indonesia bergizi CUKUP. 

 

 

Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait