Status Balita Garis Hijau karena Kebun Gizi Desa

Status Balita Garis Hijau karena Kebun Gizi Desa

Stunting masih menjadi masalah yang terjadi di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Salah satu akar masalahnya adalah tidak semua desa bisa mengakses bahan makanan bergizi, terutama sayuran, dengan mudah. Para orang tua balita di Kabupaten Sekadau sulit menyediakan menu makanan yang bergizi seimbang setiap hari karena mereka harus bergantung pada penjual sayur keliling. 

“Susah sekali untuk bisa konsumsi sayuran. Kami harus tunggu penjual sayur keliling yang datang ke kampung kami. Itu pun harga sayurnya cukup mahal. Anak saya jadi suka makan apa adanya dan sering tanpa sayuran,” ujar Anita, seorang ibu balita di salah satu desa. Ketergantungan pada penjual sayur memperlemah ketahanan pangan keluarga-keluarga di desa. Bagi keluarga yang memiliki balita, hal ini dapat menyebabkan anak-anak mengalami status gizi yang tidak ideal. Menu makanan yang tidak bergizi seimbang dan kekurangan protein, baik nabati maupun hewani, dapat menjadi salah satu penyebab anak-anak di desa mengalami stunting. 

Ketahanan pangan keluarga di desa dapat kembali menguat ketika keluarga dapat mengakses bahan makanan dengan mudah dan murah. Keluarga-keluarga di desa seharusnya dapat makan menu makanan bergizi seimbang setiap kali makan, setiap hari. Hal ini ternyata dapat tercapai dengan memanfaatkan pekarangan atau lahan kosong di sekitar rumah untuk dijadikan Kebun Gizi. 

WVI, bekerja sama dengan mitra Timang Kaseh dan para ibu balita di desa mengupayakan terwujudnya Kebun Gizi komunal di desa. Hal ini sangat penting agar harapan setiap ibu balita untuk dapat menyediakan makanan bergizi seimbang dengan mudah dan murah dapat terwujud. Selain memfasilitasi kebutuhan bercocok tanam Kebun Gizi, WVI dan Timang Kaseh juga mengkapasitasi wawasan orang tua balita dan kader Posyandu agar sayur-mayur yang ditanam dapat tumbuh subur hingga berhasil dipanen. 

“Saya pernah coba tanam sayuran di rumah tapi tidak berhasil, tidak memuaskan. Sayurannya kerdil. Ini karena saya belum dapat ilmu yang benar tentang bertani dari Penyuluh Pertanian Lapangan kami,” cerita Anita yang juga menjadi ketua kelompok Kebun Gizi di desa. Agar tidak mengalami kegagalan yang sama, ibu balita dan kader belajar bagaimana cara membuat bedeng, penggunaan pupuk, dan cara merawat sayuran yang sudah ditanam. Setelah pelatihan, Anita dan ibu-ibu lainnya kemudian praktik menanam Kebun Gizi di halaman Gereja. Mereka menanam sayur bayam, kangkung, sawi, dan kacang panjang. 

Dengan cara tanam yang benar, Kebun Gizi di desa Anita berhasil panen pertama dengan hasil yang sangat memuaskan. Sayur-mayur segar dan melimpah bisa segera dimasak di rumah. “Anak-anak kami sekarang sudah bisa konsumsi sayuran yang bergizi dan sehat karena tidak mengandung bahan kimia. Semuanya organik. Anak saya lahap sekali kalau makan sayur bayam dan sekarang berat badannya semakin naik dan hijau status di KMS-nya,” tutur Anita dengan penuh sukacita. 

Selain dapat memenuhi kebutuhan di setiap rumah, sayur-mayur yang ditanam juga dapat dijual. “Dari sisa yang dibagikan ke ibu-ibu anggota Kebun Gizi, ada yang kami jual. Hasil penjualan mencapai RP 500.000. Uang ini akan kami gunakan untuk proses membuka lahan yang baru serta membeli bibit sayuran lagi,” lanjut Anita. 

Menu makanan anak-anak di desa kini sudah lebih bervariasi. Sayuran organik, murah, dan segar sudah bisa dimasak kapan saja. Ibu-ibu tidak perlu lagi khawatir apakah hari ini anak-anaknya dapat makan dengan gizi lengkap atau tidak. Anak-anak pun makan lebih lahap karena terhidang sayuran yang sedap. Grafik status gizi para balita di Kabupaten Sekadau akan terus mengarah ke garis hijau karena akses akan pangan bergizi sudah ada di dekat rumah mereka. 

 

 

Penulis: Firminus (Staf Timang Kaseh, mitra kantor operasional WVI di Sekadau) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait