Teknis juga Strategis, Petani Kupang Makin Andal Kelola Agribisnis
Bertani adalah sumber penghasilan utama bagi Risal dan keluarga kecilnya. Di tengah gempuran fenomena anak muda yang memilih merantau untuk menafkahi hidup dan keluarga, Risal (32) memilih jalan hidup yang berbeda yakni, menjadi petani hortikultura di desa. “Kita harus melihat peluang usaha di desa kita, kita kelola potensi yang ada. Tidak harus jalan jauh-jauh, kelola dulu yang ada di tanah sendiri”, ujarnya.
Sebagai seorang petani muda di desa, Risal mendapat kesempatan untuk terus berinovasi bukan hanya dalam mengelola lahan pertanian miliknya tapi juga tentang manajemen. Risal sempat mengalami kesulitan karena belum menerapkan pencatatan keuangan untuk usahanya. “Saya pikir usaha pertanian tidak perlu pakai pencatatan keuangan, jadi kami tidak pernah mencatat pendapatan apalagi biaya operasional untuk kebutuhan tanam dan pemeliharaan tanaman. Kita keluarkan uang begitu saja, ternyata berdampak karena pemasukan seperti hilang. Saya dan istri sepakat untuk kita mulai pencatatan keuangan karena kita juga sudah mendapatkan pelatihan dari WVI,” cerita Risal.
WVI melalui proyek INCLUSION yang didanai oleh ANCP memfasilitasi para petani di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur agar dapat makin mahir memanajemen usaha pertaniannya. Karena pertanian bukan hanya soal menanam dan menghasilkan panen, tetapi juga memanajemen usaha agrobisnis.
Sejak pencatatan keuangan diterapkan Risal dan istri mulai memprioritaskan kebutuhan, mulai bisa menabung, dan menyisihkan anggaran khusus untuk aktivitas usaha pertaniannya. Dengan uang tabungan inilah, Risal kemudian dapat mengembangkan usaha tani hortikulturanya dengan menggunakan teknologi tepat guna sarana irigasi tetes. Risal dapat membeli 1 rol selang irigasi, 80 buah konektor, 1 buah filter air, dan 1 buah injektor untuk lahan seluas 60 x 25M. Saat ini, sudah sebagian lahan hortikulturanya terpasang irigasi tetes dan ia bertekad untuk bisa menerapkan di lahan yang belum.
“Setelah memakai teknologi irigasi tetes ini, banyak keuntungan yang saya dan keluarga dapatkan. Untuk pekerjaan penyiraman tanaman sebelumnya saya butuh waktu 1-2 hari untuk menyiram tetapi saat ini hanya dengan 1-2 jam saja semua tanaman telah diairi. Untuk pekerjaan penyilangan hanya dilakukan seperlunya saja dan untuk pekerjaan pemupukan sebelumnya saya butuh 8-10 orang dengan waktu pemupukan bisa beberapa hari sedangkan saat ini hanya butuh 1-2 jam saja dengan dibantu 1 orang,” ungkap Risal.
Dengan menggunakan irigasi tetes, Risal dan keluarga dapat menerapkan efisiensi dan efektivitas waktu dan tenaga kerja pada setiap tahapan pekerjaan, serta efisiensi penggunaan air. “Selain itu kami bisa mengerjakan lebih dari satu kebun dalam satu musim tanam,” ujar istri Risal.
Risal pun tidak berhenti hanya di lahannya sendiri, melainkan ingin juga menularkan praktik baik ini pada petani lain. Ia sudah membantu mendampingi petani lain dalam memelihara fasilitas irigasi tetes mereka. Bahkan untuk pemasangan instalasi irigasi tetes yang baru pada lahan sesama petani juga sudah mampu Risal lakukan. Keterampilan dan pengetahuan ini Risal dapatkan saat mendampingi Staf Penyedia Material Irigasi Tetes dalam melakukan instalasi. Secara mandiri, Risal juga memperlajari beberapa hal teknis dengan menonton beragam tutorial di media sosial. “Saya rasa penting sekali bagi petani untuk terus berinovasi dengan metode pertanian yang terbaru karena di zaman sekarang ini sangat mudah bagi kita mengakses informasi dan edukasi terkait pertanian,” katanya.
Berkat kerja sama yang baik antara para petani dengan proyek INCLUSION, saat ini beberapa petani lain sudah memutuskan untuk menggunakan pola irigasi tetes seperti yang Risal terapkan. “Semoga dalam beberapa waktu ke depan akan terus bertambah jumlah petani yang mau menggunakan pola irigasi tetes ini,” harap Risal.
Penulis: Matheos R. Dima (staf proyek INCLUSION di Nusa Tenggara Timur)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)