Cinta dari Sentani: Kisah Mama-mama Papua Mengasuh dengan Damai

Cinta dari Sentani: Kisah Mama-mama Papua Mengasuh dengan Damai

Di tepi Danau Sentani, mama-mama Papua merawat masa depan anak dengan cinta dan damai lewat rumah baca dan pengasuhan positif di kampung.

Lingkungan yang positif menjadi dambaan setiap orangtua untuk mengiringi tumbuh kembang anaknya. Dari Papua, ada semangat pengasuhan dari mama-mama di Sentani yang mengedepankan suasana cinta dan damaiMereka menyulam masa depan anak-anak lewat rumah baca dan pengasuhan penuh cinta.

Sabtu (24/5/2025) sore, suasana perairan di pesisir timur Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, tampak tenang dengan ombak kecil mengalun menemui tepian. Tenangnya suasana itu membersamai aktivitas Idaester (25), seorang ibu rumah tangga, yang sedang ”mengasuh” anak-anak di sebuah rumah baca.

Ibu satu anak ini terlihat energik membantu Mama Fince (36) dan Mama Ida (45), dua guru di sekolah dasar setempat yang sedang menggelar kegiatan di rumah baca kampung. Ketiganya menjadi mama asuh bagi sekitar 30 anak di rumah baca yang berdiri sejak pertengahan 2023 tersebut.

”Muridnya ada yang usia belum sekolah hingga anak-anak SMP. Mungkin jam belajar kurang, banyak anak-anak yang kesulitan membaca atau sekadar mengenal huruf,” ujar Idaester, yang hanya mampu menamatkan pendidikan SMA.

Sore itu, Putri (10), Alpino (11), Ismael (11), serta anak lainnya tampak sangat bersemangat. Mereka sepertinya sudah sangat menantikan kegiatan rumah baca yang biasanya digelar sekali dalam sepekan ini.

Di rumah baca, sejatinya hal-hal sederhana yang diterima oleh anak, mulai dari pengenalan huruf dan angka yang kontekstual, latihan bertutur, bermain, hingga membuat kerajinan tangan. 

Suasana belajar anak-anak di sebuah rumah baca di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

Suasana belajar anak-anak di sebuah rumah baca di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

Idaester tahu, anak-anak ini tidak menikmati pembelajaran maksimal di sekolah. Proses belajar-mengajar di sekolah formal terbatas di tengah kehadiran guru yang minim. Di sisi lain, orangtua di rumah sibuk mengurus hasil kebun dan danau.

Adapula ancaman lingkungan sosial yang tidak positif yang bisa memengaruhi tumbuh kembang anak. Paparan negatif dikhawatirkan semakin dekat dengan anak jika orangtua kurang memberi perhatian.

Situasi ini menggerakkan hati Idaester. Sebagai ibu muda, ia ingin rutinitas positif yang lebih dominan membersamai anak-anak di kampungnya.

”Saya lihat anak-anak ini hanya main sore. Kita tidak tahu, selain di sekolah, apakah mereka dapat belajar atau tidak,” ujarnya.

Ia dan guru-guru lainnya bersemangat walaupun awalnya kurang mendapat dukungan dari orangtua murid. Masih ada orangtua yang belum memberikan perhatian pada lingkungan positif bagi anak-anaknya.

”Awalnya, dukungan orangtua kurang sehingga (anak) yang datang hanya sekitar belasan. Kini, orangtua melihat anak-anak sedikit demi sedikit ada perbaikan. Sekarang yang datang bisa 30 orang atau lebih,” kata Idaester.

KOMPAS/NASRUN KATINGKA - Suasana belajar anak-anak di sebuah rumah baca di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

Kepedulian serupa ditunjukkan oleh Mama Fince. Guru honorer sekaligus ibu tiga anak ini juga menaruh perhatian lebih dalam menciptakan lingkungan yang positif bagi anak.

Ia ingin tiga putrinya selalu menikmati lingkungan sosial yang positif. Mama Fince pun tergerak untuk ikut menciptakan suasana positif melalui rumah baca yang telah mereka rintis.

Ada harapan, suasana seperti ini akan mendukung keinginannya agar anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Tugasnya saat ini adalah memastikan semakin banyak orangtua yang memperhatikan pola mengasuh anak yang positif.

”Tentu ada kesulitan untuk mendidik anak-anak ini di tengah keterbatasan. Orangtua harus peduli agar anak-anak ini bisa sekolah setinggi mungkin,” katanya.

Pengasuhan dengan cinta

Harapan yang disampaikan Ida Ester dan Mama Fince seharusnya bukan angan belaka. Kini mereka melihat mulai ada orangtua yang mulai tergerak untuk mendukung tumbuh kembang dengan disiplin positif.

Secara perlahan, para orangtua mulai tergerak untuk mengimplementasikan pengasuhan dengan cinta. Pendekatan ini diinisiasi oleh Wahana Visi Indonesia (WVI), organisasi nonprofit yang berfokus pada kaum perempuan dan anak.

Suasana bermain anak-anak di sebuah rumah baca di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

KOMPAS/NASRUN KATINGKA - Suasana bermain anak-anak di sebuah rumah baca di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

Para orangtua didorong untuk menciptakan suasana pengasuhan dengan suasana damai, suka cita, hingga pengasuhan positif. Dengan pengasuhan seperti ini, kebutuhan dasar anak diharapkan terpenuhi dan bisa mendukung daya tumbuh anak dengan tepat.

Salah satu warga yang antusias menyambut dan mengimplementasikan hal itu adalah Mama Hana (56). Kini, anak-anak mama Hana telah beranjak dewasa, tetapi ia tetap mengasuh seorang cucu serta ponakannya.

”Dulu anak-anak saya bisa saya didik dengan baik. Sekarang dua anak yang saya asuh tantangannya lebih sulit. Apalagi lingkungan sekarang, termasuk yang negatif, sangat mudah memengaruhi mereka,” ujarnya.

Ia khawatir pergaulan yang tidak positif di kampung memapar anak. Misalnya saja, kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol hingga kebiasaan berkata kasar. Hal seperti ini bisa dengan mudah disaksikan oleh anak.

Di kampung ini anak-anak harus lebih banyak diperlihatkan hal positif. Tidak ada kesempatan untuk contoh hal buruk.

Mama Hana (56), ibu rumah tangga di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

KOMPAS/NASRUN KATINGKA - Mama Hana (56), ibu rumah tangga di pesisir Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (24/5/2025).

Dari sini, ia ingin orangtua yang lain bisa menerapkan pendekatan pengasuhan yang penuh cinta. Dengan demikian, anak-anak akan lebih banyak menciptakan suasana kampung yang positif.

Suasana positif yang dibangun bersama ini akan terus terbawa ke mana pun. Di rumah, di sekolah, dan lingkungan anak-anak akan lebih mempraktikkan disiplin positif.

”Di kampung ini anak-anak harus lebih banyak diperlihatkan hal positif. Tidak ada kesempatan untuk contoh hal buruk,” ujar Mama Hana.

Idaester, Mama Fince, Mama Ida, dan Mama Hana telah memulai langkah kecil ini. Penuh cinta dan damai, mama-mama di Sentani ini mengalirkan pola asuh harmonis. Sederhana, tetapi bisa menginspirasi lebih banyak orang lagi.

 

Sumber: Cinta dari Sentani: Kisah Mama-mama Papua Mengasuh dengan Damai


Artikel Terkait